Rabu, 11 November 2009

MEMAHAMI PENDIDIKAN MATERIALISME DALAM UPAYA MEMBANGUN GENERASI PRODUKTIF DAN MANDIRI

MEMAHAMI PEMDIDIKAN MATERIALISMEDALAM UPAYA MEMBANGUN GENERASI PRODUKTIF DAN MANDIRI
PENDAHULUAN
Apakah sekolah menyiapkan anak – anak kita menghadapi dunia yang riil ? belajarlah yang giat dan raihlah angka yang baik, dan kamu akan mendapatkan pekerjaan yang berupah tinggi dengan tunjangan dan keuntungan yang besar. Begitu kata orang tua dahulu. Tapi dalam kenyataannya, kata – kata itu berubah menjadi kata – kata yang sudah terkenal dalam Bahasa Madura “ reng penter ta’ kera mennang ka reng pojhur “. (orang pintar tidak akan pernah mengalahkan orang yang beruntung) sehingga seperti tidak ada gunanya kita belajar.Lalu apa yang salah ? ketetapan Tuhankah yang salah atau cara pendidikan kita yang salah ? jika diingat – ingat kembali dari pendidikan yang pernah saya peroleh dari masa kecil hingga sekarang, pola pengajaran selama ini lebih menekankan pada menghafal begitu banyak informasi, anak – anak lebih banyak sibuk menghafal daripada memahami. Apakah semua informasi tersebut penting ? hasilnya bisa dilihat dari apa yang ada sekarang, banyak orang tahu bagaimana menjaga lingkungan, tetapi mengapa mereka membiarkan sampah berserakan. Banyak orang tahu kejujuran tetapi mereka tetap mencontek. Banyak orang tahu bahwa mereka harus mandiri dan produktif, tapi mengapa masih banyak orang yang mau enak tanpa usaha.Dalam pendidikan Islam tujuan dari pendidikan bukan sekedar bukan sekedar mengisi otak anak kita dengan informasi – informasi tentang Islam. Namun melatih anak untuk memahami apa arti menjadi muslim. Melatih anak untuk membuat pilihan – pilihan tepat dan mengambil keputusan sendiri yang benar menurut agama. Sehingga demikianlah yang disebut dengan produktif dan mandiri ialah saat keberhasilan hidup anak dapat dilihat dari pembentukan karakternya bukan sekedar dari aspek kognitif atau nilai pelajaran sekolahnya. Ada sebuah pepatah, character is what you are when no one is looking (karakter adalah apa adanya kita ketika tidak ada seorangpun melihat). Jadi, seorang mau berkata jujur karena ada kontrol internal dalam dirinya yang kuat untuk tidak berlaku tidak baik. Dan ini sudah menjadi karakternya dilihat atau tidak dilihat.Berdasarkan sejarah dan beberapa penelitian, cara terbaik menanamkan karakter atau nilai teladan kepada anak – anak untuk menjadi generasi tangguh dan mandiri adalah dengan beberapa cara berikut : Thinking, Seeing dan Doing ! cari tahu, lihat dan lakukan !. Untuk itu pendidikan dengan pendekatan paradigma baru harus lebih menekankan pada pemahaman bukan pada hafalan. Pembelajarannya pun hurus lebih konkrit dan bermakna bagi anak.
PEMAHAMAN TENTANG APA ITU MATERIALISMEDalam sebuah seminar sehari, saya mengingat kata – kata sang penyaji yang seorang psikolog dari Jakarta, Eri Soekresno. Dia mengatakan bahwa orang yang kaya adalah orang yang menyimpan uangnya di tangannya bukan di dalam hatinya. Dalam arti ketika orang lain membutuhkannya, dia begitu mudah memberikannya tanpa harus merasa berat hati. Seperti pula yang dikatakan Robert T. Kiyosaki dalam buku “ Rich Dad, Poor Dad “ bahwa orang kaya tidak bekerja untuk uang, tetapi ia bekerja untuk belajar.Jika dikait dengan tuntutan Yang diajarkan dalam Al – Qur’an hal ini tentu sangat relevan sekali, dimana seorang muslim harus mengingat yang namanya zakat, infak dan sedekah. Dalam Islam tidak melarang ummatnya untuk berlomba – lomba menghasilkan kekayaan, asal harus tahu untuk apa kekayaan itu dibelanjakan. Hal ini terdapat dalam Surat Al – Kautsar ayat 1 – 2 yang artinya adalah “ Sungguh Aku telah memberimu (karunia) tang banyak, maka lakukan Shalat untuk Tuhanmu dan berkurbanlah “ (QS. 108 : 1 – 2). Juga dalam ayat berikut : “ maka apabila sembahyang itu telah usai, menyebarlah kamu di muka bumi dan carilah (kemurahan) karunia Allah, serta banyaklah ingat kepada Allah agar kamu berjaya “ (QS. 62 : 10). Ayat – ayat tersebut telah menunjukkan bahwa Allah telah menyerukan kepada kaum muslimin untuk mencari kemuliyaan dengan mencari kekayaan. Hingga dipertegas pula oleh Sabda Rasulullah, bahwa kemuliyaan orang – orang yang beriman ialah bahwa mereka sama sekali tidak bergantung kepada orang lain (Al – Bukhari).Untuk itu pemahaman tentang materialisme kepada anak tak kalah pentingnya untuk diajarkan baik di sekolah maupun di rumah. Hal ini agar tidak tarjadi kesalah pahaman dalam mengimplementasikan materialisme dalam kehidupannya yang riil.Semisal contoh, suaatu hari anak saya yang berusia lima tahun mempunyai ide untuk menyewakan buku – buku yang ada di perpustakaan mininya sendiri (kebetulan saya memfasilitasikan dia dengan perpustakaan mini di rumah ). Saya kaget, saya menganggap anak saya kecil – kecil sudah materialistis. Alhasil uang di laci dia selalu banyak, kemudian dia gunakan uangnya tersebut untuk beli es krim atau bahkan buku tanpa harus meminta uang pada saya, justru kadang – kadang dia yang memberi uang pada saya. Subhanallah, saya heran dari mana ide itu datang pada anak sekecil dia. Setelah saya tilik kembali, ternyata sekolah TK-nya mengajarkan dia bagaimana cara memperlakukan uang dengan baik. Suatu ketika sekolah itu ingin mengadakan bhakti sosial, namun tidak serta merta sekolah itu meminta uang sumbangan kepada anak didiknya. Melainkan dengan menyuruh anak didiknya untuk berproduktif dengan membuat sesuatu hasil karya sendiri telebih dahulu barulah kemudian dijual kepada para orang tua wali dan guru, setelah itu hasilnya mereka akumulasikan sendiri juga bentuknya mereka pikirkan sendiri untuk kamudian mereka sumbangkan sebagai bhakti sosial. Akhirnya saya mengerti, dari kegiatan ini banyak sekali pelajaran yang bisa anak saya peroleh, ialah : 1. Mengajarkan anak untuk berproduktif.2. Mengajarkan anak untuk bisa membuat keputusan sendiri yang mandiri.3. Mengajarkan anak untuk mau berbagi.Bukankah hal – hal yang demikian merupakan prestasi yang tak terlihat namun lebih tinggi nilainya dibanding dengan prestasi – prestasi kognitif yang sering dikejar oleh kebanyakan orang tua. Sebab yang mereka (baca : sekolah) targetnya adalah membentuk karakter anak dalam menyikapi dan memperlakukan uang juga bentuk – bentuk materialisme yang lain. Sungguh hal ini merupakan pelajaran berharga pula khususnya bagi saya dalam memahami apa itu yang disebut dengan materialisme, sehingga ini juga yang membuat saya semakin terkesan dengan kisah perdebatan antara Critobolus seorang konglomerat Atena dijamannya dengan Socrates. Suatu ketika Socrates berkata kepada Critobolus “ Hai Critobolus, menurutmu siapakah yang lebih kaya antara kita berdua ? ” ketika Critobolus masih bingung, Socrates melanjutkan : “ Akulah yang lebih kaya, karena kebutuhanku tidak banyak dan keinginanku sangat sedikit “. Socrates melihat kekayaan dari perbandingan intensitas kebutuhan dan pemuasan kebutuhan. Socrates menilai suatu kekayaan dari seberapa banyak yang kita ingini, dibandingkan dengan seberapa banyak yang sudah kita miliki.Demikian pula tentang kisah Lao Tze di Cina, pada saat yang hampir bersamaan sedang membaca syair Tao Teh Ching dihadapan Chuang Tze sang murid 1) “ Buatlah jendela – jendela dan pintu – pintu dalam rumah yang engkau bangun, tetapi kegunaan sebuah rumah hanya tergantung pada ruang kosong yang terletak diantara dinding – dinding “. Artinya kegunaan sesuatu dalam kehidupan ini tergantung dari ada tidaknya kearifan didalamnya. Hal ini tidak jauh beda dengan apa yang disabdakan Rasulullah : “sebaik – baiknya manusia adalah mereka yang mampu memberikan manfaat “.Dari kisah tersebut menandakan bahwa banyak manusia – manusia jaman dulu yang sebenarnya sudah terlebih dahulu mengimplementasikan makna materialisme. Persoalan kita sekarang adalah bagaimana caranya kita mengenalkan, memahamkan dan memasukkan nilai – nilai keteledanan ( produktif dan mandiri ) tersebut kedalam diri anak didik kita.
METODE PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAANSelama ini Pendidikan Berbasis Kewirausahaan hanya diidentikan dengan lembaga – lembaga atau sekolah – sekolah kejuruan. Padahal tidak semestinya demikian. Sekolah – sekolah umum seharusnya juga memiliki standar-standar competensi yang dapat direlevansikan dengan kewirausahaan. Seperti misalnya dalm pelajaran keterampilan, ekonomi, matemaika dan bahasa. Semisal dalam pelajaran ekonomi, menurut John Maynard Keynes (1930), teori ekonomi tidak bersifat membekali seseorang untuk membangun kesimpulan yang mapan yang dengan segera dapat diterapkan pada suatu kebijakan 2). Sebaliknya teori ekonomi lebih merupakan metode daripada sebuah doktrin. Disamping itu, ilmu ekonomi juga sebagai alat dan teknik berfikir yang dapat membantu seseorang untuk menarik kesimpulan secara tepat. Ini berarti kita harus memanfaatkan metode ekonomi dalam mengajarkan ilmu ekonomi kepada siswa di sekolah. Pada tingkatan yang paling mendasar, cara berfikir ekonomi dapat dituangkan dalam metapora sederhana ; “ tidak ada barang atau jasa yang bisa didapatkan secara gratis di dunia ini “. Artinya jika sesorang menginginkan untuk mendapatkan suatu barabg atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya, dia harus rela memberikan suatu pengorbanan. Dalam konteks metapora tersebut, ilmu ekonomi membantu manusia dalam membuat keputusan dan membentuk opini mengenai persoalan ekonomi yang ada di masyarakat, mengenal bahwa dalam setiap pilihan mengandung keuntungan dan kerugian. Metode ekonomi dapat mengantarkan kita untuk mengenali apa keuntungan dan kerugian atas berbagai pilihan yang telah kita lakukan dan kemudian juga dapat membantu kita dalam mengambil keputusan guna mencapai kemakmuran individu dan masyarakat secara maksimal.Ada banyak contoh dan metode yang dapat dianut untuk diterapkan pada sekolah – sekolah umum. Suatu contoh saya mengambil metode yang diterapkan oleh sebuah sekolah KB – TK integral, dalam pelajaran menghitung mereka melengkapinya dengan program Market Day 3), dimana anak – anak dibagi perkelompok untuk membuka warung yang mereka tentukan sendiri nama warungnya. Warung tersebut menjual kue – kue hasil buatan mama. Tujuan : ~ mengenalkan anak tantang transaksi jual beli secara sederhana. Essensi :~ Anak dapat memahami bahwa sebagai makhluk sosial saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.~ Anak dapat mengerti bagai mana bersikap ketika menjalin hubungan dengan orang lain. Target knowladge :~ Anak mengetahui nilai mata uang.~ Anak mengetahui manfaat uang.~ Anak mengetahui cara menjual dan menawarkan barang. Target keterampilan : ~ Anak bisa terampil menjual barang.~ Anak bisa mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikirannya.~ Anak bisa menghitung uang.~ anak mampu menawarkan barang dengan menarik.Dari kegiatan ini, anak – anak semakin memperoleh pemahaman dan mengerti bahwa segala sesuatunya memang perlu diusahakan, seperti misalnya mereka harus berpromosi dulu agar dagangnya laku, mereka harus mengatur tokonya sedemikian rupa, mereka harus bekerja sama dan lain sebagainya. Pemahaman –pemahaman seperti ini memang perlu untuk diajarkan dan lebih bagus lagi jika diajarkannya mulai sejak dini. Sehingga proses pendidikan melalui praktek, diskusi dialog dan membangkitkan kesadaran adalah metode yang paling tepat dalam menciptakan kemandirian, kontrol internal atau pembentukan karakter yang lebih efektif. Eri Soekresno, Psi, Msi. dalam seminarnya 4) menyebutkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk membangun generasi tangguh, kreatif dan mandiri ialah sebagai berikut : 1. BERMAKNA (ada gunanya, ada hubungannya dam bermakna untuk anak, anak melihat kegunaan dan mungkin dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – harinya, sesuai dengan agama, usia, sosial budaya dan keunikan anak ).2. MENYELURUH (pembelajaran harus meliputi semua aspek anak mulai dari spiritualnya, emosinya, sosial, intelektualnya dan fisiknya, menyeluruh untuk waktu dan tempatnya, juga menyeluruh meliputi pengetahuan dan nilai –nilai kebijakan dalam bentuk aksi dan aplikasi).3. BERDASARKAN NILAI – NILAI KEBAJIKAN (selalu mempertimbangkan aspek nilai – nilai kebajikan dalam setiap pembelajaran dan selalu ada kesempatan anak untuk mencoba nilai – nilai kebajikan ).4. MENANTANG ( pembelajaran yang diberikan harus dapat menantang anak untuk memeriksa atau memikirkan lebih jauh apa yang sedang mereka pelajari dengan cara diskusi, bekerja produktif dalam kelompok dan mampu mempertahankan pendapatnya yang benar ).5. AKTIF ( pendidik harus aktif dan terlibat dalam proses mengajar mulai dari merencanakan, memilih dan melakukan penyesuaian kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak tidak hanya mengikuti langsung dari manual, pendidik senantiasa perlu memperbaharui pengetahuan, selalu mencari kesempatan emas saat bersama ana, memberikan contoh yang berhubungan langsung dengan kehidupan anak, mencari metode belajar yang melibatkan anak secara aktif ).
MENGAPA PERLU MENGAJARKAN MELEK FINANSIAL ?Setelah dalam metode pembelajaran kewirausahaan, anak –anak diajarkan untuk kreatif. Mandiri, tangguh dan berkarakter, selanjutnya adalh mengajarkan kemampuan untuk membaca dan memahami hal – hal yang berhubungan dengan masalah finansial atau keuangan. Sebab selama ini, terlalu banyak orang menaruh perhatian terlalu besar pada uang dan bukan pada harta mereka yang terpenting, yaitu pendidikan mereka. Maka dari itu jika anak – anak disiapkan untuk bersikap fleksibel, befikiran terbuka dan terus belajar, mereka akan tumbuh semakin kaya melalui perubahan – perubahan itu. Namun jika mereka mengira bahwa uang akan memecahkan masalah mereka, dikhawatirkan anak – anak akan mengalami hidup yang berat dan buruk. Memang kecerdasan bisa memecahkan masalah dan menghasilkan uang, namun memiliki uang tanpa kecerdasan finansial akan membuat uang itu cepat habis. Pemahaman – pemahaman seperti inilah yang kadang jarang diperoleh dari bangku sekolah selama ini. Satu contoh semasa saya SMA, akuntansi mungkin merupakan pelajaran paling membosankan di dunia mungkin juga yang paling membingungkan, tapi jika sadar ingin menjadi kaya untuk jangka panjang panjang, akuntansi merupakan pelajaran paling penting. Pertanyaannya adalah bagaimana seorang guru bisa menyampaikan dan mengajarkan pelajaran paling membosankan dan membingungkan ini kepada anak – anak ? jawabannya adalah “ sederhanakanlah “. Pertama – tama ajarkanlah dalam bentuk gambar. Setidaknya demikian teori yang dikemukakan oleh Robert T. Kiyosaki seperti berikut ini, untuk mengajarkan anak – anak yang belum berusia belasan tahun, buatlah segala sesuatunya secara sederhana dengan menggunakan banyak gambar sebisa mungkin. Dan tidak ada angka – angka selama bertahun – tahun. Seperti ketika kita mengenalkan pertama kali apa yang disebut “ aset dan liabilitas “.Inilah contoh gambar pola arus kas sebuah aset :


Kotak diatas adalah laporan rugi – laba atau laporan untung – rugi (income statement / profit and loss statement). Gambar ini mengukur pemasukan dan pengeluaran. Uang masuk untung atau uang keluar. Diagram yang dibawah adalah balance sheet. Disebut demikian karena laporan ini dianggap menyeimbangkan aset dan liabilitas. Hubungan ini sangat penting untuk dipahami.Inilah contoh pola arus kas sebuah liabilitas :


Penyebab utama kesulitan finansial adalah semata – mata tidak tahu perbedaan antara asset dan liabilitas. Asset adalah sesuatu yang menaruh atau memasukkan uang kedalam saku. Liabilitas adalah sesuatu yang mengeluarkan uang dari saku. Penyebab kebingungan ditemukan dalam definisi dua kata tersebut. maka bisa kita ajarkankepada anak- anak kita dengan kalimat seperti ini “ jika ingin kaya habiskan hidup dengan membeli asset. Jika ingin miskin habiskan hidup dengan membeli liabilitas ‘. Sebab tidak mengetahui perbedaan kedua hal itulah yang menyebabkan banyaknya pergumulan dan kesulitan finansial dalam hidup sehari – hari.Dalam program market day yang diselenggarkan oleh KB – TK yaa bunayya sumenep juga talah diterpkan hal semacam itu. Seperti ketika di akhir kegiatan jual beli, anak – anak harus mempresentasikan di depan guru – guru mereka hasil rugi laba secara sederhana. Semisal berapa kue yang mereka bawa, berapa kue yang telah terjual, dan berapa uang yang mereka peroleh. Faktanya anak – anak usia TK tersebut kebanyakan sudah bisa mengakumulasi dan mempresentasikan secara sederhana. Ini merupakan pembelajaran yang sangat efektif. Apalagi setelah ada fakta yang tidak sangka – sangka, suatu ketika saya mengajak anak saya yang usia TK ke toko, dia membawa uang Rp. 9.000,- di dompetnya sendiri. Saya menawarkan dia mau membeli apa ? tempat minum, es krim atau buku ? ternyata pilihannya jatuh pada buku. Dan yang paling mencengangkan, alasan dia membeli buku adalah selain dia bisa membacanya, dia juga bisa menyewakannya yang itu berarti bisa menghasilkan uang sebagai pengganti uang yang dia habiskan untuk membeli buku tersebut. Sungguh merupakan fakta yang tidak saya sangka sama sekali terjadi pada anak seusia dia sudah bisa berfikir untuk melek finansial. Untuk itu saya juga harus berterima kasih kepada sekolahnya yang sudah mengenalkan apa arti melek finansial bagi anak usia dini. Sementara sebagian besar orang dewasa sekarang ini masih buta dengan apa yang dimaksud dengan melek finansial. Alhasil dalam memberi ke pengemis, anak saya lebih sering ketimbang saya yang justru lebih sering kehabisan uang.
BEKERJA UNTUK BELAJAR JANGAN BEKERJA UNTUK UANGKebanyakan orang beranggapan hanya perlu belajar dan menguasai satu keterampilan lagi, maka pemasukan merekapun akan melonjak secara berlipat ganda. Padahal tidak demikian adanya. Telah dikatakan bahwa intelegensi finansial adalah sinerji dari akuntansi, investasi, pemasaran dan hukum. Menggabungkan keempat keterampilan teknis itu dan menghasilkan uang dengan uang adalah lebih mudah. Namun sementara bila menyangkut soal uang, satu – satunya keterampilan yang paling diketahui oleh kebanyakan orang adalah bekerja keras. Kesimpulannya adalah kebanyakan pekerja tidak mau maju. Mereka melakukan apa yang diajarkan pada mereka untuk dilakukan. Kebanyakan pekerja berfokus pada bekerja demi upah dan keuntungan yang memberi ganjaran dalam jangka pendek. Tapi sering kali merupakan bencana dalam jangka panjang. Mengapa tidak berusaha “ belajar “ lebih banyak daripada “ memperoleh penghasilan “. Dalam jangka pendek penghasilan itu mungkin sedikit. Dalam jangka panjang, itu akan memberi hasil dalam deviden besar.Sebuah contoh adalah Soichiro Honda. Namanya – seperti – Ford menempel pada mobil dan sepeda motor yang keluar dari pabriknya. Nama besar itu ternyata Cuma pemilik kecil. Ia hanya menguasai 5 % saham. Koji Matsumoto tahun 1982 dalam Journal of Japanese Trade & Industri menulis : “ umumnya di Jepang orang bisa menerima, bahwa para karyawanlah dan bukan pada persero yang merupakan anggota keluarga perusahaan “. Tapi benarkah ini khas Jepang ? belum tentu. Ketika Jepang belum mengagetkan siapa – siapa, pada tahun 1964 Robin Morris telah menulis buku The Economic Theory of Managerial Capitalism. Robin Morris bicara tentang kapitalisme, yang tujuan managernya bukan mencapai sebanyak – banyaknya “ untung “, tapi sebanyak – banyaknya “ aset “. Ia berbicara bahwa pada akhirnya, yang membentuk tujuan perusahaan adalah motivasi para manajer, bukan para pemegang saham, bukan pula hanya permintaan pasar. Ketika hal – ihwal makin majemuk, keunggulan teknik lebih diperlukan, disitulah fungsi seseorang menjadi lebih penting, ketimbang besarnya milik.Hampir sama dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis, kunci sukses itu ternyata terletak pada keberhasilan Beliau membangun kepercayaan kepada para pelanggannya. Empat belas abad kemudian Profesor Peter F. Drucker menulis dalam bukunya tentang manajemen, bahwa there is only one valid definition of business purpose : to create a custumer ( hanya ada satu definisi yang sah mengenai tujuan bisnis yaitu menciptakan pelanggan ) 5). Muhammad penjual yang sukses itu telah memberi teladan. Sementara Drucker yang memberikan kerangka dan pembenaran ilmiah.Pelajaran yang dapat kita ambil dari mereka adalah bahwa keterampilan, peralatan dan modal itu penting, tetapi diatas itu semua kepercayaan lebih penting. Untuk itu selain sekolah bisa mendidik kewirausahaan, keterampilan manajemen utama juga sangat dibutuhkan agar dapat mencapai sebuah kesuksesan. Yang dimaksud keterampilan manajemen utama itu adalah seperti yang disebut oleh Robert T. Kiyosaki berikut :1. Manajemen arus kas.2. Manajemen sistem.3. Manajemen sumber daya manusia.Keterampilan spesial yang paling penting adalah penjualan dan memahami pemasaran. Adalah kemampuan untuk menjual – karena itu, berkomunikasi dengan manusia lain, menjadikannya pelanggan, karyawan, teman atau pasangan – yang merupakan keterampilan dasar dari kesuksesan pribadi. Keterampilan berkomunikasi seperti menulis, berbicara dan bernegosiasi itulah yang penting untuk kehidupan yang sukses. Sayangnya kopetensi – kopetensi semacam ini hanya lebih sering kita temui di sekolah – sekolah kejuruan, kursus – kursus dan pelatihan – pelatihan. Padahal sekolah umum juga berpotensi untuk memberikan standar – standar kopetensi berbasis kewirausahaan dalam kurikulum mereka. Sebab tidak ada alasan untuk tidak mengajarkan kemandirian pada pembelajar. Mungkin ini pulalah yang membuat kesan bahwa sekolah umum tidak bisa menciptakan generasi yang kreatif dan mandiri.
PENUTUPTak ada yang dapat meramalkan hasil dari sebuah pendidikan seperti halnya tak ada yang bisa meramalkan nasib anak – anak didik kita seperti apa, namun setidaknya kembalikanlah lagi essensi pendidikan seperti apa yang dikatakan Charles Reade : Tanamlah perbuatan dan engkau akan menuai kebiasaan, tanamlah kebiasaan dan engkau akan menuai watak, tanamlah watak dan engkau akan menuai nasib.Untuk itu tak ada yang salah dalam pendidikan materialisme demi memahami substansi yang sebenarnya. Sebab bagaimanapun materialisme dapat menciptakan sebuah kekuatan dan kemandirian. Namun dalam hal memahami kekayaan ada baiknya kita untuk tidak melupakan apa yang telah diajarkan dalam Al – Qur’an khususnya yang sudah tertulis dalam Surat Al – Qashas : “ Ketika bencana itu tiba dan Qarun binasa, orang – orang baru sadar betapa ringkihnya kekayaan dan betapa mudahnya Tuhan memberi atau mengambil kembali karunianya “ ( Al – Qashas : 76 – 82 ). Maka dari itu pemahaman ini bisa ditanamkan kepada anak dalam pembentukan karakternya agar bisa menjadi manusia yang tangguh, produktif dan mandiri. Sebab sekali lagi, dalam konteks apapun, tak ada alasan untuk tidak mengajarkan kemandirian kepada anak – anak kita yang sejatinya adalah generasi penerus bangsa.( Sumenep, 10 April 2008 ).
1) Seperti yang dikisahkan Aminoellah Said dalam buku “segelas air seharga seluruh kerajaan “ ( 1997 ).2) Suyanto, ” Pokok – Pokok Pembelajaran Ekonomi “( Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000 ) hal 5.3) Program ini sukses dilaksanakan pada tanggal 8 april 2008 di sekolah intregral KB – TK Yaa Bunayya Sumenep.4) Seminar dengan tema “ Mendidik Anak Menjadi Produktif Dan Mandiri “ diselenggarakan pada tanggal 2 september 2007 di aula RRI Sumenep.5) Seperti yang ditulis Nurcholis Huda dalam buku “ Jalan Terpendek Menuju Tuhan, Bab Kiat Bisnis Seorang Santri “ ( 2004 ).
DAFTAR PUSTAKA- Alqur’anul Karim.- Huda, Nurcholis, 2004, Jalan Terpendek Menuju Tuhan. Surabaya : Mediatama.- Kiyosaki, Robert, T. 2005, Rich Dad Poor Dad ( Apa yang Diajarkan Orang Kaya pada Anak Mereka tentang Uang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah ). Jakarta : Gramedia.
- Said Aminoellah, 1997, Segelas Air Seharga Seluruh Kerajaan. Bekasi : Said & Rekan.
- Suyanto, 1999, Pokok – Pokok Pembelajaran Pendidikan Ekonomi. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

DATA PENULIS :

Nama : HALIDA NURMAYANTI, S.PdTempat / Tanggal Lahir : Surabaya / 19 November 1973Alamat : Jl. Potre Koneng II Blok GC – 11 Perum. Bumi Sumekar Asri Kolor – Sumenep.
E-mail : adnil_gc11@yahoo.comPengalaman pekerjaan : - Bekerja di bidang marketing pada Perusahaan PT. HM Sampoerna ( selama 4 tahun ) dan PT. Wing Surya ( selama 1 tahun ). - Mengajar di Mutiara English Course (selama 8 tahun). - Mengajar Bahasa Inggris di SLTPN 2 Sumenep hingga sekarang.